JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pembelian
tank Leopard oleh pemerintah setelah ada perubahan terhadap beberapa hal
yang sempat dikritik Komisi I. Perubahan itu diketahui dalam rapat antara pihak
Komisi I dan pihak pemerintah pada pekan lalu.
Wakil Ketua Komisi I Tubagus Hasanuddin mengatakan, awalnya para politisi Komisi I termasuk dirinya menolak rencana pembelian tank Leopard bekas dari Belanda lantaran berat tank mencapai 64 ton. Tank itu dinilai tak cocok dengan kondisi geografis di Indonesia. Selain itu, harga jual terlalu mahal untuk tank bekas, yakni 2,5 juta euro per unit.
Alasan lain, kata Tubagus, tidak ada
transfer teknologi kepada BUMN di Indonesia seperti PT Pindad. Kemudian, dia
menambahkan, berdasarkan penjelasan yang diterima Komisi I, pemerintah akhirnya
akan membeli tank baru dari Jerman dengan harga antara 700.000 euro dan 1,5
juta euro, atau tergantung persenjataan yang dipasang.
Selain itu, politisi PDI Perjuangan
itu menambahkan, pembelian murni antar-negara dan tidak melibatkan makelar atau
pihak ketiga. Hal lain, berat tank disebut hanya 40 ton atau tank medium.
"Karena langsung dari pabrik,
maka melibatkan BUMN seperti PT Pindad dalam TOT (transfer of technology).
Dengan informasi seperti itu, maka Komisi I menganggap sudah tidak ada masalah
lagi dengan rencana pembelian tank Leopard. Tapi perlu dikonfirmasi langsung
lagi dengan Kemenhan atau TNI," kata Tubagus melalui pesan singkat, Kamis
(23/8/2012).
Editor
:
I
Made Asdhiana
ARGUMENTASI
:
Pembelian Tank Leopard melalui
impor perlu dipikirkan secara matang dari segala sisi. Selain harga, hal lain
yang tidak kalah penting adalah kondisi geografis, ukuran serta kegunaan dan
teknologi yang dimiki oleh negara itu sendiri.
Agar pembelian tank impor dapat ekonomis, efektif dan
efesien, pemerintah perlu memperhitungkan keuntungan dan kerugian yang didapat secara
terperinci sebelum melakukan transaksi serta mengamati perkembangan nilai kurs
negara yang bersangkutan. Perhitungan ini guna agar setelah terjadinya kegiatan
impor, tidak terjadi masalah baru seperti hutang yang menunggak. Selain itu, sistem
pembayarannya pun harus dipikirkan apakah transaksi pembelian dilakukan secara
langsung antar negara yang bersangkutan atau menggunakan pihak ketiga (makelar)
karena umumnya pembelian yang dilakukan melalui pihak ketiga akan menimbulkan
biaya yang lebih mahal, walaupun terkesan lebih praktis pihak pembeli pun tetap
ada peluang untuk dirugikan jika pihak ketiga tersebut memberikan service
informasi yang tidak memadai dan tidak relevan.
0 komentar:
Posting Komentar