Senin, 06 Mei 2013

ASEAN Perjuangkan Standar Akuntansi

Penulis : Orin Basuki | Jumat, 6 Agustus 2010 | 18:12 WIB

DENPASAR, KOMPAS.com — Sebanyak 10 negara anggota ASEAN bersepakat memperkuat diri untuk memperjuangkan standar akuntansi khusus pelaporan keuangan publik atau pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan kawasan. Dengan cara ini, negara maju dan akuntan internasional yang terus-menerus memperbarui standar akuntansi dunia tidak memaksakan suatu standar akuntansi yang tidak tepat bagi pemerintahan di semua negara anggota ASEAN, yang pada umumnya memiliki karakteristik berbeda dengan negara maju.

"Ini sudah ada kesepakatan bersama agar daya tawar dan perundingan di dunia internasional diperkuat di negara-negara ASEAN sehingga dapat membawa kepentingan negara-negara ASEAN dalam pembahasan standar akuntansi internasional yang baru," ungkap Wakil Ketua Komite Standar Akuntasi Pemerintah (KSAP) AB Triharta di Kuta, Bali, Jumat (6/8/2010), menjelang penutupan acara Pertemuan Governmental Accounting Standard-Setter of ASEAN Member Countries.

Pelaporan keuangan pemerintah berbeda dengan swasta. Pada Desember 2009, Badan Standardisasi Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASB) menerbitkan standar khusus pada Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSAS) yang berbeda dengan standar akuntansi perusahaan swasta (IFRS). Standar khusus itu, antara lain, mengatur laporan keuangan proyek kerja sama pemerintah dan swasta (KPS), yakni mekanisme pembangunan infrastruktur yang sedang digenjot Pemerintah Indonesia saat ini.

Hingga saat ini, ada 30 negara yang mengadopsi IPSAS, antara lain Perancis, Afrika Selatan, Swiss, Rusia, Israel, Slowakia, Austria, dan Brasil. Standar yang sama juga telah digunakan di semua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), OECD, Fakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan Interpol. Selain itu, ada 10 negara yang menggunakan IPSAS sebagai referensi, antara lain Indonesia, Australia, Selandia Baru, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.

Triharta menyebutkan, keinginan untuk membuat forum tidak hanya datang dari 10 negara ASEAN, tetapi juga dari delegasi Korea Selatan. "Keinginan untuk memperkuat daya tawar ini sangat tinggi, bahkan ada yang ingin mempeluas jangkauannya, tidak hanya level ASEAN," ungkapnya.

Di tempat terpisah, Anggota Komisi Kerja, Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), Hekinus Manao menegaskan, Indonesia tidak mau diatur oleh standar akuntansi dunia yang tidak tepat untuk kepentingan dalam negeri. Sebagai ilustrasi, bagi negara maju, hal terpenting yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan adalah masuk keluarnya uang. Namun, bagi Indonesia, hal terpenting yang harus dilaporkan adalah dampak anggaran terhadap penciptaan lapangan kerja atau kondisi aset negara.

"Jadi, tidak ada dasarnya suatu lembaga akuntan internasional meminta negara seperti kita menggunakan standar yang mereka buat. Kepentingannya berlainan," tuturnya.

Editor :
Tri Wahono


ARGUMENTASI :
Standar akuntansi khusus pelaporan keuangan publik dan pemerintah terus diperjuangkan oleh 10 negara anggota ASEAN sesuai dengan kebutuhan kawasan masing-masing. Hal ini dilakukan karena kondisi ekonomi di negara berkembang berbeda dengan kondisi di negara maju.

Indonesia adalah salah satu negara yang tidak mau diatur oleh standar akuntansi dunia,dengan alasan standar tersebut tidak tepat untuk kepentingan dalam negeri. Perbedan ini terihat pada hal terpenting yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan di negara maju adalah masuk keluarnya uang, sedangkan di negara berkembang adalah kondisi aset negara tersebut sehingga hal tersebut dijadikan alasan yang kuat bahwa negara berkembang tidak ingin diatur oleh standar akuntansi internasional.

Seharusnya standar akuntansi dunia bisa dibuat lebih bijaksana, dimana untuk kondisi ekonomi yang tidak bisa disamaratakan dibuat aturan yang lebih spesifik, penerapan kebijakan ini akan lebih mudah untuk membandingkan laporan keuangan antar negara.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar