Rabu, 24 Oktober 2012

GCG dan Self Assessment Bank Mega dan Bank Windu Kentjana


1.    Pelaksanaan GCG pada Bank Multicor (Bank Windu Kentjana) tahun 2010
Dalam menerapkan GCG, Bank Windu berupaya untuk membangun budaya perusahaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), kemandirian (independency) dan kewajaran (fairness). Kelima prinsip tersebut senantiasa diterapkan dalam kegiatan bisnis dan pelaksanaan operasional Bank sehari-hari.
·         Keterbukaan (transparency) Kondisi keuangan secara komprehensif telah disampaikan dalam Laporan Keuangan. Bank Windu telah menginformasikan produk dan layanannya kepada masyarakat melalui beberapa sarana/media promosi seperti brosur, leaflet, dan papan pengumuman di seluruh jaringan kantor Bank Windu. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Penerimaan dan Penanganan Pengaduan Nasabah, Bank Windu telah menyampaikan Laporan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah secara triwulanan ke Bank Indonesia.
·         Akuntabilitas (accountability)
·         Pertanggungjawaban (responsibility)
·         Kemandirian (independency)
·         Kewajaran (fairness)

Empat prinsip yang lainnya tidak dijelaskan atau dijabarkan karena tidak tersedia atau tidak ada di dalam website.

Pelaksanaan GCG pada Bank Mega tahun 2010
       Bank Mega senantiasa meningkatkan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) atau GCG pada segala kegiatan usaha yang dilakukannya. Penerapan GCG di Bank Mega dilandaskan pada lima prinsip dasar, yakni transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independence) dan kewajaran (fairness) yang penjabarannya sebagai berikut :
·      Transparansi (transparancy) Bank akan selalu menyediakan segala informasi penting yang material dan relevan bagi pemangku kepentingan dengan cara memberikan kemudahan akses atas informasi, menyediakan secara tepat waktu dan berusaha membuat informasi dalam bentuk yang mudah dimengerti dan dipahami. Informasi yang diberikan tidak hanya terbatas pada yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga informasi penting lainnya yang diperkirakan akan berguna untuk pengambilan keputusan bagi pemangku kepentingan.
Dalam hal ini informasi termasuk kedalam kategori rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan dan hak-hak pribadi, maka informasi tersebut tidak dapat diberikan atau diungkapkan kepada pemangku kepentingan.
·      Akuntabilitas (accountability) Bank dikelola dengan cara yang benar, dapat terukur dan sesuai dengan kepentingan Bank tanpa mengabaikan kepentingan pemangku. Bank akan selalu mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, sehingga diharapkan Bank akan memiliki akuntabilitas yang lebih baik dan pada akhirnya bisa mencapai kinerja yang lebih baik dan berkesinambungan.
·      Tanggung jawab (responsibility) Bank di dalam menjalankan usahanya selalu berpegang teguh pada prinsip kehati-hatian dan memastikan kepatuhan atas peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan perusahaan serta melakukan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan dalam rangka memelihara kesinambungan usaha jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai Good Corporate Citizen.
·      Independensi (independence) Bank dikelola dengan mengutamakan independensi dengan maksud untuk menghindari adanya dominasi dan intervensi dari pihak lain. Organ-organ Bank harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tanpa saling mendominasi serta bebas dari benturan kepentingan, bebas dari segala pengaruh atau tekanan sehingga pada akhirnya dapat dipastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
·      Kewajaran (fairness) Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan yang lainnya berdasarkan azas kewajaran dan kesetaraan. Bank juga memberikan kesempatan yang sama tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, gender dan kondisi fisik dalam hal penerimaan karyawan dan karir.

2.    Self assessment Bank Multicor (Bank Windu Kentjana)
Score self assessment
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
 -
 -
 -
 -
 -
2,28
2,05
2,71

Bank Windu merupakan bank hasil penggabungan (merger) antara PT Bank Multicor Tbk dan PT Bank WIndu Kentjana. Penggabungan tersebut secara legal dituangkan dalam Akta Merger No. 171 tanggal 28 November dan disetujui Gubernur Bank Indonesia No. 9/67/KEP/GBI/2007 tanggal 18 Desember 2007. Seluruh anggaran dasar bank diubah sesuai Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan nama Bank diubah menjadi PT Bank Windu Kentjana International, Tbk, sebagaimana tertuang dalam Akta No. 172 tanggal 28 November 2007, mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. AHU- 00982.AH.01.02 tanggal 8 Januari 2008, dengan demikian tanggal 8 Januari 2008 merupakan tanggal efektif legal merger, yang sekaligus digunakan sebagai hari kelahiran PT Bank Windu Kentjana International, Tbk. Karena adanya penggabungan (merger) jadi score self assessment Bank Multicor (Bank Windu Kentjana Internasional, Tbk) dari tahun 2004 s/d 2008 tidak tersedia di dalam website.

Self assessment Bank Mega
Score self assessment
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
 -
 -
 -
1,80
1,60
1,70
1,70
2,43

Untuk score self assessment Bank Mega tahun 2004 s/d 2006  tidak ada, karena tidak tersedia di dalam website.

Sumber :

Minggu, 14 Oktober 2012

AAJI Meminta Penundaan Penerapan IFRS


JAKARTA. Standar akuntansi keuangan internasional atau International Financial Reporting Standars (IFRS) di industri perasuransian sudah berlaku tahun ini. Namun, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) secara resmi mengusulkan penundaan pemberlakuan sistem ini. Alasannya, sistem itu menyebabkan kinerja keuangan pada akhir tahun ini turun jauh dibandingkan tahun lalu.
Hendrisman Rahim, Ketua AAJI, mengungkapkan pihaknya telah mengirimkan surat usulan penundaan ke Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebelum Lebaran lalu. Usulan penundaan berlangsung selama satu atau dua tahun mendatang. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan.

Dalam surat itu, asosiasi menegaskan bahwa pelaku industri belum siap dengan IFRS. Apalagi, kesepakatan teknis mengenai penghitungan laporan keuangan juga belum ada. "Perlu adaptasi," ungkap Hendrisman, Kamis (13/9).
Selain itu, sistem IFRS akan memisahkan antara premi asuransi murni dengan investasi. Padahal, produk asuransi berbalut investasi seperti unitlink merupakan andalan perusahaan asuransi jiwa. Nah, pemisahan ini bakal menurunkan nilai aset perusahaan cukup besar.

Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif AAJI, mengatakan masa penundaan ini untuk adaptasi masalah teknis dan persiapan sumber daya manusia. "Tahun ini menjadi masa transisi," katanya.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) juga mengkhawatirkan dampak sistem pelaporan keuangan terbaru ini. Julian Noor, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), menegaskan bahwa laporan keuangan asuransi umum akhir tahun ini akan underperform jika IFRS berlaku. Akibatnya, masyarakat akan melihat industri asuransi tidak menjanjikan, sehingga minat berasuransi.

Budi Herawan, Kepala Bidang Statistik, Informasi dan Analisa AAUI, menegaskan kebijakan ini bakal mempengaruhi perusahaan asuransi yang bermodal besar serta menengah akan kena imbas. Sebab tingkat permodalan, akan terpengaruh oleh sistem perhitungan akuntansi itu.

IFRS merupakan standar pencatatan berdasarkan sistem yang berlaku di internasional. Kabarnya Bapepam-LK, sudah meminta perusahaan asuransi mengirimkan dua laporan keuangan triwulan ketiga 2012, yakni dengan sistem IFRS dan PSAK yang berlaku selama ini.

Sumber: kontan.co.id

Ini Dia Aturan Baru Kepemilikan Saham Bank Umum







 
Rabu, 18 Juli 2012 | 22:01 WIB











JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Indonesia (BI) telah merilis Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/8/PBI/2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Kepemilikan Saham Bank Umum. Aturan menjelaskan batas maksimum yang baru tentang kepemilikan saham pada bank.

Direktur Grup Hubungan Masyarakat BI Difi A Johansyah menjelaskan, aturan baru ini diterapkan untuk menghadapi dinamika perkembangan perekonomian regional dan global. Selain itu, industri perbankan nasional juga perlu meningkatkan ketahanannya.

Caranya, dengan melaksanakan prinsip kehati-hatian dan tata kelola bank yang baik (good corporate governance). Selain itu, diperlukan penataan struktur kepemilikan bank.
"Penataan struktur kepemilikan saham bank dilakukan melalui penerapan batas maksimum kepemilikan saham sehingga dapat mengurangi dominasi kepemilikan yang dapat berdampak negatif terhadap operasional bank," kata Difi dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (18/7/2012).

Berikut aturan dalam PBI terbaru ini:
1.   Penetapan batas maksimum kepemilikan saham pada bank berdasarkan kategori pemegang saham sebagai berikut:
A. Sebesar 40 persen dari modal bank untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum lembaga keuangan bank dan lembaga   keuangan bukan bank.
B. Sebesar 30 persen dari modal bank untuk kategori pemegang saham berupa badan hukum    bukan lembaga keuangan.
C. Sebesar 20 persen dari modal bank untuk kategori pemegang saham perorangan pada bank umum konvensional.
2. Batas maksimum kepemilikan saham untuk kategori pemegang saham perorangan pada bank umum syariah adalah 25 persen dari modal Bank. 
3. Batas maksimum kepemilikan saham juga didasarkan atas keterkaitan antarpemegang saham yang didasarkan atas hubungan kepemilikan, hubungan keluarga (sampai dengan derajat kedua), dan atau acting in concert.
4.  Batas maksimum kepemilikan saham yang dapat dimiliki oleh satu pihak pada satu bank  adalah batas tertinggi pada kategori pemegang saham yang terdapat pada pihak tersebut.
5.  Bagi pemegang saham dengan kategori badan hukum lembaga keuangan Bank, dapat  memiliki saham bank lain lebih dari 40 persen dengan memenuhi syarat dan memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Implementasi batas maksimum kepemilikan saham bank: 
a.  Ketentuan ini berlaku sejak dikeluarkan (bagi pemegang saham baru). 
b.  Bagi pemegang saham eksisting, kebijakan ini diutamakan bagi pemegang saham pada  bank yang  peringkat TKS dan/atau GCG nya 3 atau lebih buruk. 
c.  Bagi pemegang saham pada bank yang memperoleh penilaian TKS dan GCG dengan  peringkat 1 atau 2, selama dapat mempertahankan peringkat TKS dan GCGnya, tidak wajib menyesuaikan batas maksimum kepemilikannya, kecuali memenuhi kondisi tertentu. 
d.  Bagi pemegang saham pada bank yang memperoleh penilaian TKS dan/atau GCG dengan peringkat 3 atau lebih buruk, diberikan kesempatan  untuk memperbaiki peringkat TKS dan/atau GCG sampai dengan periode penilaian hingga 31 Desember 2013.
e.  Jika pada 31 Desember 2013 Bank dimaksud masih belum berhasil memperbaiki peringkat  TKS dan/atau GCG-nya, maka pemegang saham pada bank tersebut wajib menyesuaikan batas maksimum kepemilikan saham paling lambat 5 tahun sejak Januari 201
f.  Sampai dengan akhir Desember 2013, pemegang saham eksisting yang meningkatkan  kepemilikan saham wajib menyesuaikan batas maksimum kepemilikan saham sesuai  dengan ketentuan sejak Januari 2014.

Sumber : Kompas.com