Sabtu, 23 April 2011

PERJANJIAN

I. Ditinjau dari sudut Hukum Privat dan Hukum Publik Hukum Privat

Hukum Privat
A. Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :
a. Perbuatan,
    Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika
    diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan
    tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
    Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling
    berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama
    lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.
c. Mengikatkan dirinya,
    Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada
    pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul
    karena kehendaknya sendiri.

B. Syarat sahnya Perjanjian
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian harus
memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW yaitu :
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
    Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat barang
    yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam
    persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut; adanya paksaan
    dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW);
    adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu
    muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat”
    berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.
2. cakap untuk membuat perikatan;
    Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :
    a. Orang-orang yang belum dewasa
    b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
    c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan
        pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
        membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah
       Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September
       1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap.
       Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
       Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi    
       Hokum (Pasal 1446 BW).
3. suatu hal tertentu;
   Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka
   perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang
   yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan
   Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi
   obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4. suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat.
Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang.
Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat
mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak
cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat
dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak
terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.

3. Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak
(perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi
kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang
membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga
untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

4. Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
    tertentu maka persetujuan akan hapus;
    Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang
    diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu
    keadaan dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang
    disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya, misalnya karena
    adanya gempa bumi, banjir, lahar dan lain-lain. Keadaan memaksa dapat dibagi
    menjadi dua macam yaitu :
• keadaan memaksa absolut adalah suatu keadaan di mana debitur sama sekali
  tidak dapat memenuhi perutangannya kepada kreditur, oleh karena adanya
  gempa bumi, banjir bandang, dan adanya lahar (force majeur).
  Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
  a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
     b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas    
      dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi,
   kecuali untuk yang disebut dalam Pasal 1460 KUH Perdata.
   • keadaan memaksa yang relatif adalah suatu keadaan yang menyebabkan
      debitur masih mungkin untuk melaksanakan prestasinya, tetapi pelaksanaan
      prestasi itu harus dilakukan dengan memberikan korban besar yang tidak
      seimbang atau menggunakan kekuatan jiwa yang di luar kemampuan manusia
      atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang sangat besar. Keadaan
      memaksa ini tidak mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu
      pelaksanaan hak dan kewajiban kreditur dan debitur.
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh
    kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat
    sementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).


Hukum Publik
A. Pengertian Perjanjian
Dalam Hukum Publik, perjanjian disini menunjuk kepada Perjanjian Internasional.
Saat ini pada masyarakat internasional, perjanjian internasional memainkan peranan yang
sangat penting dalam mengatur kehidupan dan pergaulan antar negara. Perjanjian
Internasional pada hakekatnya merupakan sumber hukum internasional yang utama
untuk mengatur kegiatan negara-negara atau subjek hukum internasional lainnya.
Sampai tahun 1969, pembuatan perjanjian-perjanjian Internasional hanya diatur
oleh hukum kebiasaan. Berdasarkan draft-draft pasal-pasal yang disiapkan oleh Komisi
Hukum Internasional, diselenggarakanlah suatu Konferensi Internasional di Wina dari
tanggal 26 Maret sampai dengan 24 Mei 1968 dan dari tanggal 9 April sampai dengan 22
Mei 1969 untuk mengkodifikasikan hukum kebiasaan tersebut. Konferensi kemudian
melahirkan Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani tanggal 23 Mei 1969. Konvensi ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari 1980 dan merupakan hokum internasional positif.

Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan perjanjian internasional (treaty)
adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur oleh
hukum internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih instrumen yang
berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian diatas mengandung
unsur :
a. adanya subjek hukum internasional, yaitu negara, organisasi internasional dan
gerakan-gerakan pembebasan.
Pengakuan negara sebagai sebagai subjek hukum internasional yang mempunyai
kapasitas penuh untuk membuat perjanjian-perjanjian internasional tercantum dalam
Pasal 6 Konvensi Wina. Organisasi internasional juga diakui sebagai pihak yang
membuat perjanjian dengan persyaratan kehendak membuat perjanjian berasal dari
negara-negara anggota dan perjanjian internasional yang dibuat merupakan bidang
kewenangan organisasi internasional tersebut. Pembatasan tersebut terlihat pada Pasal
6 Konvensi Wina. Kapasitas gerakan-gerakan pembebasan diakui namun bersifat
selektif dan terbatas. Selektif artinya gerakan-gerakan tersebut harus diakui terlebih
dahulu oleh kawasan dimana gerakan tersebut berada. Terbatas artinya keikutsertaan
gerakan dalam perjanjian adalah untuk melaksanakan keinginan gerakan mendirikan
negaranya yang merdeka.
b. rezim hukum internasional.
Perjanjian internasional harus tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh tunduk
pada suatu hukum nasional tertentu. Walaupun perjanjian itu dibuat oleh negara atau
organisasi internasional namun apabila telah tunduk pada suatu hukum nasional
tertentu yang dipilih, perjanjian tersebut bukanlah perjanjian internasional.

B. Syarat sahnya perjanjian
Berbeda dengan perjanjian dalam hukum privat yang sah dan mengikat para pihak
sejak adanya kata sepakat, namun dalam hukum publik kata sepakat hanya
menunjukkan kesaksian naskah perjanjian, bukan keabsahan perjanjian. Dan setelah
perjanjian itu sah, tidak serta merta mengikat para pihak apabila para pihak belum
melakukan ratifikasi.
Tahapan pembuatan perjanjian meliputi :
a. perundingan dimana negara mengirimkan utusannya ke suatu konferensi bilateral
    maupun multilateral;
b. penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text) adalah penerimaan isi naskah
perjanjian oleh peserta konferensi yang ditentukan dengan persetujuan dari semua
peserta melalui pemungutan suara;
c. kesaksian naskah perjanjian (authentication of the text), merupakan suatu tindakan
formal yang menyatakan bahwa naskah perjanjian tersebut telah diterima konferensi.
Pasal 10 Konvensi Wina, dilakukan menurut prosedur yang terdapat dalam naskah
perjanjian atau sesuai dengan yang telah diputuskan oleh utusan-utusan dalam
konferensi. Kalau tidak ditentukan maka pengesahan dapat dilakukan dengan
membubuhi tanda tangan atau paraf di bawah naskah perjanjian.
d. persetujuan mengikatkan diri (consent to the bound), diberikan dalam bermacam cara
tergantung pada permufakatan para pihak pada waktu mengadakan perjanjian,
dimana cara untuk menyatakan persetujuan adalah sebagai berikut :
a) penandatanganan,
Pasal 12 Konvensi Wina menyatakan :
- persetujuan negara untuk diikat suatu perjanjian dapat dinyatakan dalam bentuk
tandatangan wakil negara tersebut;
- bila perjanjian itu sendiri yang menyatakannya;
- bila terbukti bahwa negara-negara yang ikut berunding menyetujui demikian;
- bila full powers wakil-wakil negara menyebutkan demikian atau dinyatakan
dengan jelas pada waktu perundingan.
b) pengesahan, melalui ratifikasi dimana perjanjian tersebut disahkan oleh badan
    yang berwenang di negara anggota.



C. Akibat perjanjian
1) Bagi negara pihak :
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlaku
mengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atau in good
faith. Pelaksanaan perjanjian itu dilakukan oleh organ-organ negara yang harus
mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaannya. Daya ikat
perjanjian didasarkan pada prinsip pacta sunt servanda.
2) Bagi negara lain :
Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang tidak boleh
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian internasional dapat
menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak
kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa
persetujuan negara tersebut (contoh : Pasal 2 (6) Piagam PBB yang menyatakan
bahwa negara-negara bukan anggota PBB harus bertindak sesuai dengan asas PBB
sejauh mungkin bila dianggap perlu untuk perdamaian dan keamanan internasional).
Pasal 35 Konvensi Wina mengatur bahwa perjanjian internasional dapat
menimbulkan akibat bagi pihak ketiga berupa kewajiban atas persetujuan mereka
dimana persetujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk tertulis.

D. Berakhirnya perjanjian
(1) sesuai dengan ketentuan perjanjian itu sendiri;
(2) atas persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjian tersendiri;
(3) akibat peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian,
perubahan kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya
norma hukum internasional yang baru, perang.

II. Kesimpulan
Perjanjian, baik ditinjau dari sudut hukum privat maupun publik, sama-sama
memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang memperjanjikan jika sudah memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan untuk dinyatakan sah. Namun berbeda dengan perjanjian
yang berlaku dalam lapangan hukum privat yang hanya mengikat kedua belah pihak,
dalam lapangan hukum publik perjanjian mengikat bukan hanya kedua belah pihak
namun juga pihak ketiga.
Selain itu subjek perjanjian dalam lapangan hukum privat adalah individu atau
badan hukum, sementara subjek perjanjian dalam lapangan hukum publik adalah subjek
hukum internasional yaitu negara, organisasi internasional dan gerakan-gerakan
pembebasan.


sumber : google.com

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN


Menimbang :

a. Bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan   
   perkembangan kegiatan ekonomi
pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya
Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai
identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan
di wilayah Negara Republik Indonesia.
b. Bahwa adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan  
   pembinaan, pengarahan,
pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan
keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin perkembangan
dan kepastian berusaha bagi dunia usaha.

c. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas perlu adanya Undang-undang    
    tentang Wajib Daftar Perusahaan.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1978
    tentang Garis-garis Besar Haluan Negara.
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23)
    sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-
    undang Nomor 4 Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971. Nomor 20, Tambahan
    Lembaran Negara Nomor 2959).
4. Hinder Ordonnantie (Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226) sebagaimana telah beberapa
    kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450.

HUKUM DAGANG

Perdagangan atau perniagaan dalam arti umum ialah pekerjaan membeli barang dari
suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada
waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan.
Di zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada
produsen dan konsumen untuk membelikan menjual barang-barang yang memudahkan
dan memajukan pembelian dan penjualan.

Adapun pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi beberapa
macam pekerjaan, misalnya :
1. Makelar, komisioner
2. Badan-badan usaha (assosiasi-assosiasi). Contoh : P.T, V.O.F
3. Asuransi
4. Perantara banker
5. Surat perniagaan untuk melakukan pembayaran, dengan cara memperoleh kredit,
    dan sebagainya.

Orang membagi jenis perdagangan itu :
1. Menurut pekerjaan yang di lakukan perdagangan
2. Menurut jenis barang yang diperdagangkan
3. Menurut daerah, tempat perdagangan itu dijalankan

Adapun usaha perniagaan itu meliputi :
1. Benda-benda yang dapat di raba, dilihat serta hak-haknya
2. Para pelanggan
3. Rahasia-rahasia perusahaan.

Menurut Mr. M. Polak dan Mr. W.L.P.A Molengraaff, bahwa : Kekayaan dari usaha
perniagaan ini tidak terpisah dari kekayaan prive perusahaan.
Menurut sejarah hukum dagang
Perkembangan dimulai sejak kurang lebih tahun 1500. di Italia dan Perancis selatan
lahir kota-kota pesat perdagangan seperti Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan
lain-lain.
Pada hukum Romawi (corpus loris civilis) dapat memberikan penyelesaian yang ada
pada waktu itu, sehingga para pedagang (gilda) memberikan sebuah peraturan sendiri
yang bersifat kedaerahan.

Hukum dagang di Indonesia terutama bersumber pada :
1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
a. KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van koophandel
       Indonesia (W.K)
b. KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk wetboek Indonesia
       (B.W)


2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, yakni :
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan
dengan perdagangan.
Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal yang diatur dalam
KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
1. Persetujuan jual beli (contract of sale)
2. Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
3. Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)

Hukum dagang selain di atur KUHD dan KUHS juga terdapat berbagai peraturanperaturan
khusus (yang belum di koodifikasikan) seperti :
1. Peraturan tentang koperasi
2. Peraturan pailisemen
3. Undang-undang oktroi
4. Peraturan lalu lintas
5. Peraturan maskapai andil Indonesia
6. Peraturan tentang perusahaan Negara

Hubungan Hukum Perdata dan KUHD
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur
dengan disertai sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk
menjalankan usaha atau perdagangan.
Menurut Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena
“Hukum Dagang” tidak lain adalah “hukum perdata” itu sendiri melainkan pengertian
perekonomian.
Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :
1. Pasal 1 KUHD
2. Perjanjian jual beli
3. Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum
yang bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam
KUHD sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga
berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS
adalah sebagai hukum khusus terhadap hukum umum.

Perantara dalam Hukum Dagang
Pada zaman modern ini perdagangan dapat diartikan sebagai pemberian perantaraan
dari produsen kepada konsumen dalam hal pembelian dan penjualan.
Pemberian perantaraan produsen kepada konsumen dapat meliputi aneka macam
pekerjaan seperti misalnya :
1. Perkerjaan perantaraan sebagai makelar, komisioner, perdagangan dan sebagainya.
2. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas baik di darat, laut dan udara
3. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya
pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
Pengangkutan
Pengangkutan adalah perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman
membawa orang/barang dari satu tempat ke lain tempat, sedang pihak lainnya
menyanggupi akan membayar ongkos. Menurut undang-undang, seorang pengangkut
hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengakutan saja, tidak perlu ia sendiri yang
mengusahakan alat pengangkutan.
Di dalam hukum dagang di samping conossement masih di kenal surat-surat berharga
yang lain, misalnya, cheque, wesel yang sama-sama merupakan perintah membayar
dan keduanya memiliki perbedaan.
Cheque sebagai alat pembayaran, sedangkan wesel di samping sebagai alat
pembayaran keduanya memiliki fungsi lain yaitu sebagai barang dagangan, suatu alat
penagihan, ataupun sebagai pemberian kredit.

Asuransi
Asuransi adalah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu
kejadian yang belum tentu, kejadian mana akan menentukan untung ruginya salah satu
pihak. Asuransi merupakan perjanjian di mana seorang penanggung, dengan menerima
suatu premi menyanggupi kepada yang tertanggung, untuk memberikan penggantian
dari suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang mungkin di derita oleh orang yang
ditanggung sebagai akibat dari suatu kejadian yang tidak tentu

Sumber-sumber Hukum
Sumber-sumber hukum meliputi yang terdapat pada :
1. Kitab undang-undang hukum perdata
2. Kitab undang-undang hukum dagang, kebiasaan, yurisprudensi dan peraturanperaturan
    tertulis lainnya antara lain undang-undang tentang bentuk-bentuk usaha
    negara (No.9 tahun 1969)
3. Undang-undang oktroi
4. Undang-undang tentang merek
5. Undang-undang tentang kadin
6. Undang-undang tentang perindustrian, koperasi, pailisemen dan lain-lain.

Persetujuan Dagang
Dalam hukum dagang di kenal beberapa macam persekutuan dagang, antara lain :
1. Firma
2. Perseroan komanditer
3. Perseroan terbatas
4. Koperasi


sumber : google.com

Minggu, 03 April 2011

Jenis-Jenis Perjanjian Internasional


Perjanjian internasional sebagai sumber formal hukum internasional dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Isinya
  • Segi politis, seperti pakta pertahanan dan pakta perdamaian.
  • Segi ekonomi, seperti bantuan ekonomi dan bantuan keuangan.
  • Segi hukum
  • Segi batas wilayah
  • Segi kesehatan.
Contoh :
  • NATO, ANZUS, dan SEATO
  • CGI, IMF, dan IBRD
2. Berdasarkan Proses/Tahapan Pembuatannya
  • Perjanjian bersifat penting yang dibuat melalui proses perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi.
  • Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan dan penandatanganan.
Contoh :
  • Status kewarganegaraan Indonesia-RRC, ekstradisi.
  • Laut teritorial, batas alam daratan.
  • Masalah karantina, penanggulangan wabah penyakit AIDS.
3. Berdasarkan Subjeknya
  • Perjanjian antarnegara yang dilakukan oleh banyak negara yang merupakan subjek hukum internasional.
  • Perjanjian internasional antara negara dan subjek hukum internasional lainnya.
  • Perjanjian antarsesama subjek hukum internasional selain negara, yaitu organisasi internasional organisasi internasional lainnya.
Contoh :
  • Perjanjian antar organisasi internasional Tahta suci (Vatikan) dengan organisasi MEE.
  • Kerjasama ASEAN dan MEE.
  •  
4. Berdasarkan Pihak-pihak yang Terlibat.
  • Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
  • Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh :
  • Perjanjian antara Indonesia dengan Filipina tentang pemberantasan dan penyelundupan dan bajak laut, perjanjian Indonesia dengan RRC pada tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan, perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani pada tanggal 27 April 2007 di Tampaksiring, Bali.
  • Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan, Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan korban perang).
  • Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan Korban Perang.
5. Berdasarkan Fungsinya
  • Law Making Treaties / perjanjian yang membentuk hukum, adalah suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (bersifat multilateral).
  • Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh:

Perjanjian Indonesia dan RRC tentang dwikewarganegaraan, akibat-akibat yang timbul
dalam perjanjian tersebut hanya mengikat dua negara saja yaitu Indonesia dan RRC.

Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif,
karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur juga
hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional
(antarnegara). Kedudukan perjanjian internasional dianggap sangat penting karena ada
beberapa alasan, diantaranya sebagai berikut :

1. Perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, sebab perjanjian
          Internasional diadakan secara tertulis.
2. Perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara      
          para subjek hukum internasional.


sumber : google .com

Contoh Surat Perjanjian Kerja

                                                                                                           Rev. :0
                                                                                                           Date : 01/10/01
                                                                                                           Exhibit: G8


PERJANJIAN KERJA
/IKL/PJ/.. /01

Pada hari ini, tanggal ………, bulan…………., tahun………….. telah diadakan
perjanjian kerja antara :

I.          Direksi PT. ISTANA KARANG LAUT, dalam hal ini diwakili oleh Cecilia SH,
selaku Business Affairs/Adm. Manager, yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan Terbatas tersebut, berkantor di Jalan Gondangdia Lama No. 25, Jakarta 10330 – Indonesia; yang selanjutnya dalam Perjanjian Kerja ini disebut sebagai PERUSAHAAN. 
II.         …………. yang beralamat di…………….., ……….., warga negara Indonesia;
yang selanjutnya dalam Perjanjian Kerja ini disebut sebagaiK A RYAWA N .
Menerangkan bahwa kedua belah pihak telah sepakat mengadakan perjanjian kerja
dengan syarat-syarat sebagai berikut :

PASAL 1
JABATAN

Perusahaan bersedia menerima Karyawan untuk mengisi :
JABATAN :

• Bertanggung-jawab langsung kepada :……………………….
Uraian Pekerjaan (Job Descriptions) yang memuat rincian tugas dan tanggung- jawab Karyawan akan diberikan oleh atasan langsung karyawan sebagai pedoman umum bagi Karyawan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

• Tanggal dimulainya hubungan kerja :…………………

PASAL 2
MASA PERCOBAAN
Karyawan akan menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan terhitung dari tanggal dimulainya hubungan kerja yaitu tanggal…………..dan berakhir pada tanggal………… dengan jabatan tersebut di atas. Selama masa percobaan, masing-masing pihak atas keputusannya sendiri dapat mengakhiri perjanjian kerja ini tanpa pemberitahuan sebelumnya dan tanpa konsekwensi apapun pada akhir masa kerja.
Setelah selesai masa percobaan dan apabila menurut penilaian Perusahaan, Karyawan dapat memenuhi persyaratan keterampilan bekerja sesuai dengan ketentuan Perusahaan, maka Karyawan dapat diangkat menjadi karyawan tetap. Pengangkatan sebagai karyawan tetap akan diberikan secara tertulis. 

PASAL 3
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Setelah diangkat sebagai karyawan tetap, Karyawan maupun Perusahaan dapat mengakhiri Perjanjian Kerja ini dengan pemberitahuan tertulis paling sedikit 1 (satu) bulan, kecuali ada persetujuan lain dari kedua belah pihak. Namun demikian, Perusahaan mempunyai hak untuk mengakhiri hubungan kerja tanpa pemberitahuan sebelumnya, apabila Karyawan melakukan kelalaian, konduite yang tidak baik, penyimpangan/ penyelewengan atas perjanjian kerja atau tindakan/perbuatan yang merugikan Perusahaan. 

PASAL 4
JAM KERJA

Jam kerja normal Perusahaan adalah : Senin s.d. Jum’at
Masuk kerja  : 08.00 wib
Pulang Kerja : 17.00 wib
Istirahat         : 12.00 s.d. 13.00 wib atau selama 1 (satu) jam dengan waktu
                        istirahat yang disesuaikan dengan tuntutan pekerjaan.
Karyawan harus mampu menyesuaikan jam kerjanya dengan pekerjaan yang dibebankan oleh Perusahaan. Untuk posisi Karyawan sesuai dengan Perjanjian Kerja ini, jika lembur diperlukan sehubungan dengan beban kerja, maka Karyawan tidak memperoleh kompensasi dalam bentuk apapun. 

PASAL 5
REMUNERASI

Selama perjanjian ini berlangsung, Karyawan menerima penghasilan dan fasilitas lainnya
dari Perusahaan sesuai dengan jabatan/pekerjaannya sebagai berikut :
• Gaji bulanan tetap sebesar Rp.…………….( in written )
  yang mencakup tunjangan makan, perumahan dan transport.

• Gaji bulanan Karyawan akan ditinjau dari waktu ke waktu sesuai dengan prestasi kerja       
   Karyawan dan disesuaikan dengan perhitungan biaya hidup yang berlaku di Indonesia.

• THR (Tunjangan Hari Raya) sebesar 1 (satu) bulan gaji akan diberikan sekali setahun menjelang Hari Raya Idul Fitri setelah masa percobaan selesai dan menjalani masa kerja paling kurang 1 (satu) tahun. Karyawan tetap yang masa kerjanya kurang dari 1 (satu) tahun, maka pembayaran THR akan diperhitungkan secara proporsional sesuai masa kerjanya.

• Bonus akan diberikan, apabila Perusahaan memperoleh keuntungan yang
  besarnya akan ditentukan kemudian.

• Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran penghasilan tersebut akan
   ditanggung oleh Perusahaan.

• Perusahaan menyadari sepenuhnya bahwa karyawan adalah asset perusahaan yang paling penting. Salah satu wujud nyata perhatian Perusahaan kepada karyawannya adalah melindungi karyawannya dengan mengikut-sertakan dalam Program Jamsostek, dimana semua biaya yang berkaitan dengan Program Jamsostek akan ditanggung oleh Perusahaan.

PASAL 6
PENGOBATAN
Biaya pengobatan Karyawan dan keluarganya seperti tercantum dalam juklak biaya dan plafond pengobatan/perawatan kesehatan pada addendum peraturan perusahaan. Biaya pengobatan diberikan setelah masa percobaan selesai.
Biaya pengobatan tersebut tidak berlaku untuk :
-         Pengobatan/perawatan/konsultasi dokter selama pra/pasca kehamilan.
-          

PASAL 7
ISTIRAHAT SAKIT, CUTI DAN IJIN MENINGGALKAN PEKERJAAN

A. Istirahat Sakit

1. Karyawan yang tidak dapat masuk kerja selama 1 (satu) hari, karena sakit
    harus memberitahukan kepada Perusahaan melalui telepon/surat.

2. Karyawan yang tidak dapat melakukan pekerjaan karena sakit lebih dari
    1 (satu) hari harus menyampaikan Surat Keterangan Dokter kepada
    Perusahaan.

3. Surat Keterangan Dokter yang tersebut dalam Pasal 7 A2 harus disampai-
    kan kepada Perusahaan sebelum istirahat sakit dimulai.

4. Apabila Karyawan tidak mengindahkan ketentuan-ketentuan seperti yang tertera di      
    dalam Pasal 7 A1 dan A2, maka Karyawan dianggap mangkir dan hal ini akan  
    mempengaruhi konduite Karyawan.
5. Karyawan yang tidak masuk kerja dalam waktu 5 (lima) hari kerja terus menerus     tanpa disertai keterangan secara tertulis dengan bukti-bukti yang sah, maka karyawan tersebut dinyatakan telah mengundurkan diri atas permintaan sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/MEN/1986 dan akan diproses sesuai prosedur UU No. 12/1964. 

B. Cuti Tahunan

1. Karyawan setelah bekerja 12 (dua belas) bulan untuk setiap tahun berhak atas cuti
    tahunan dengan mendapat gaji penuh selama 12 (dua belas) hari kerja.

2. Hak cuti tahunan gugur apabila setelah 6 (enam) bulan sejak timbulnya hak cuti    tersebut tidak digunakan oleh Karyawan tanpa alasan-alasan yang dapat diterima oleh Perusahaan.

3.Apabila karena kepentingan Perusahaan, Karyawan belum dapat mengambil cuti tahunannya, maka cuti tahunan itu dapat diundurkan pengambilannya selambat-lambatnya 6 (enam) bulan lagi.

C. Ijin Meninggalkan Pekerjaan
Karyawan diijinkan meninggalkan pekerjaan dengan gaji penuh dalam
hal-hal sebagai berikut :

1. Perkawinan pertama karyawan sendiri 3 hari
2. Isteri karyawan melahirkan anak 2 hari
3. Suami/Isteri/anak karyawan meninggal dunia 3 hari
4. Orang tua/mertua karyawan meninggal dunia 2 hari
5. Saudara kandung karyawan meninggal dunia 1 hari
6. Perkawinan anak karyawan 2 hari
7. Perkawinan saudara kandung karyawan 1 hari
8. Khitanan/baptisan anak karyawan 1 hari

Hal-hal tersebut di atas harus dibuktikan dengan surat-surat yang sah dari
yang berwajib pada waktunya.


PASAL 8
KEWAJIBAN KARYAWAN

1. Karyawan harus melaksanakan tugas dan kewajibannya sebaik-baiknya dan dengan       penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung-jawab sesuai dengan peraturan yang berlaku pada Perusahaan dan sesuai dengan instruksi-instruksi yang diberikan

2. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan
    Perusahaan.

3. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Perusahaan dengan
    sebaik-baiknya.

4. Berpakaian rapi dan sopan; bersikap dan bertingkah-laku sopan santun, dan hormat-        menghormati antar sesama karyawan dan terhadap atasan dan masyarakat.

5. Memegang teguh rahasia perusahaan dan tidak menyampaikan kepada
    pihak lain yang tidak berhak.

PASAL 9
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Perselisihan yang terjadi sehubungan dengan perjanjian kerja ini akan
diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua), tanpa meterai sesuai dengan peraturan yang
berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Jakarta, 200…

PT ISTANA KARANG LAUT                                                Disetujui dan diterima oleh :






CECILIA SH                                                                           NAME
Business Affairs/Admin.Mgr.                                                     Karyawan 



sumber : google.com